Puisi Badrul Munir Chair
Selat Madura
Selepas selat, dermaga membukakan pintu
pada angin —seperti menyambut
anak-cucu
pulang ke rumah sendiri
kubayangkan perjalanan akan serupa tubuh
cakalan dan hentakan kaki sapi yang
berpacu di lintasan karapan
Pelabuhan yang ramai, mengingatkanku
pada don juan, kuli-kuli
pelabuhan, pemabuk
jalanan —teman-teman yang kutinggalkan.
Di tepi lautmu kami pernah melempar dadu
nasib. Palungmu yang dalam tak mampu
menampung keluh, tangis, dan impian naïf
bernama cita-cita
Selepas siang. Air tenang menyunggi kapal-kapal
merapat ke pintu gerbang pulau kenangan;
pulau yang diapungkan tumbal-tumbal
jembatan penyeberangan
Langit biru, laut biru. Semuanya mengharu
biru layaknya perkabungan melepas keberangkatan
anak-anak pulau; tembakau, garam, dan
hasil laut –yang pergi meninggalkan ibu
Kulihat dermaga yang selalu membuka pintu
pada kepulangan. Waktu telah mengabadikannya
menjadi lumut, karat, goresan dan sejarah usang.
2011
Dalam Narasi Tembuni, Kumpulan
Puisi Terbaik KSI Award 2012. Diterbitkan atas kerjasama Komunitas Sastra
Indonesia (KSI) dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud.
Lukisan: Bass Strait Winters Grey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar