Sabtu, 06 Juni 2015

Puisi-puisi di Indopos, Minggu 07 Juni 2015.



Puisi-puisi Badrul Munir Chair

Sonet Pengembara

Kekelaman malam kemarau adalah jalan lapang
bagi pejalan tabah yang disesatkan harapan
dirawatnya setiap alamat dan tanda kenang
sebagaimana mengingat rumah yang ditinggalkan

Hamparan rasi di langit jadi penunjuk arah abadi
dan temaram bulan jadi penerang di redup hari
suara-suara malam senantiasa membisikkan hikayat Adam
perjalananlah yang mesti ditempuh sekalian umat alam

Sesekali ia mesti mengingat nama, menafsir umpama
membaca riwayat para tetua dalam kitab yang dibawa mengembara
menerka segenap tanda dan muslihat yang disimpan semesta

Sekali waktu ia juga mesti beristirah memeram diri
mengukur jarak, mengenang kota-kota yang telah terlampaui
merangkai catatan jadi sehimpun puisi dan kidung puji.

2014



Belajar Pergi

Leluhurku pernah membangun pagar tinggi
yang disusun dari batu-batu dengan relief
berisi petuah, nasihat, dan kata-kata bijak
petuah yang mengajari kami bahwa tak ada air
yang mengalir ke hulu; bahwa seputih-putih mata
dan tulang para petualang, tak akan pernah lupa
jalan pulang

Ayah dan ibu merawat pagar itu dengan ritual,
upacara, dan tradisi. Aku meruntuhkannya
dengan menghapus relief dan menggerus
batu-batu pondasi

Pagar rumahku yang runtuh mengantarku
pada sebuah dunia yang pernah kurangkai
dari mimpi-mimpi masa kanakku
aku belajar pergi sebagaimana ksatria
yang berulang kali disebut dalam dongeng ibu
dongeng yang mengisahkan para penakluk
dan kafilah pemburu, penakluk dan pemburu
yang tak pernah betah hidup dalam rumah

Jika ingin menjadi ksatria dan penakluk dunia
tak ada cara selain pergi.

2015



Yang Datang dan Mengetuk Pintu

Kau yang berdiri di depan pintu
ketuklah, kemudian masuk ke dalam diriku
aku rumah bagi sekalian pejalan
yang tersesat di persimpangan garis nasibnya
luka di telapak tangan menyamarkan peta
jalan-jalan yang harus dilalui

Di sini ada meja dengan lilin yang selalu menyala
bukalah pintu, ucapkan salam dalam hatimu
“Selamat datang keterasingan.”
pada retak cermin di atas meja berkacalah
kenali bayanganmu, sebelum kau mengenali dunia
dan bayangan lain di luar sana

Di sini ada ranjang berkelambu sutera ungu
istirahatlah, tanggalkan sandang dan sepatu
lupakan kerikil dan debu-debu
sedalam itu luka yang membekas kemarin
biar ibu di tempat yang jauh, belajar mengenangmu
lewat lusuh selembar kain.

2015



Sembahyang

Aku menepi dari segala ingar-bingar dunia
suara-suara dan nyanyian panjang
yang keluar dari mulut para pendusta
terimalah aku pada hari-hari dingin
di waktu mula angin menderu
dan pada hari-hari lain ketika udara membakar
dengan debu-debu melekat di sekujur tubuhku

Aku datang tanpa tarian dan kidung persembahan
hanya doa, sedu lirih suara meminta
tersuruk untuk segala yang pernah lalu
dan memohon atas segala yang bakal tiba
terimalah aku hari ini, esok, dan nanti
dalam hiruk-pikuk dunia yang tak lagi kukenali
aku berlindung dari jerit dan raung
amuk murka letusan gunung-gunung
dari bandang yang dimuntahkan palung-palung

Aku berserah dari segala ingar-bingar dunia
bukan buat ke surga.

2015



Moderato Cantabile

Ingat-ingatlah sebuah lagu yang kunyanyikan
sebelum kau tidur, ketika suara angin lebih jelas
malam mengantar debur ombak ke kamar kita
pelan dan berirama

Cahaya merkuri dari luar jendela menjadi penerang
setiap percintaan kita, malam kemarau yang panjang
riuh mesin pabrik yang asapnya menyesakkan dada
membuatmu sulit bernafas dan memintaku
memberimu ciuman penyelamat

Aku hanya ingin kebahagiaan yang sederhana
sesederhana menyanyikan lagu pengantar tidur
sambil memeluk tubuh telanjangmu seusai bercinta

Suara ombak itu, semerbak aroma magnolia itu
komposisi yang selalu kau putar berulang-ulang itu
membuatku merasa memiliki jeda waktu
menyenandungkan lagu pelan dan berirama
sepelan desahanmu yang mengikuti tangga nada.

2015

Dipublikasikan di Indopos, Minggu, 07 Juni 2015. 
Ilustrasi: Children Playing in a Tree, Mildred Hetherington.


Tidak ada komentar: