Rabu, 17 September 2014

Santiago de Cuba


 


Puisi Badrul Munir Chair
Santiago de Cuba

Dari atas kapal pengangkut batu bara
kau melompat ke dermaga, lalu kau saksikan
sekawanan budak meneguk arak di sebuah meja
di depan kedai-kedai dengan deretan tenda
menyambut kedatangan para kuli dan kelasi
kau seperti sedang mencari sepasang mata-maya.

Ini kota persinggahan bagi pelaut seluruh jagad
tempat para saudagar saling bertukar cinderamata
dari daratan-daratan yang telah ditaklukkan
sementara budak-budak Negro dan koki-koki Asia
duduk berhimpitan di kedai-kedai murah
mengharap keramahan para tuan tanah.

Seorang pelacur pelabuhan memberimu isyarat
dari depan pintu kedai paling lengang
mengajakmu mendekat, mungkin berakhir di ranjang
tapi malam ini kau lebih memilih bertaruh
di meja judi, sebab pelacur dengan rambut blonde itu
mengingatkanmu pada rumah dan mata seseorang
dan kau tahu, motel-motel murah dekat pelabuhan
tak lagi memberimu rasa aman.

Santiago, dengarkanlah ceritaku:
setelah kapalmu berangkat , seorang biduanita
yang dulu kau temui di kedai itu
bernyanyi untukmu, memanggil nama kecilmu
sebab ia yakin kau sedang menyamar
duduk mengintai di sebuah meja bar tepi bandar
selalu kukatakan padanya, kau tak akan kembali
tapi ia tetap ingin menunggumu.

Di depan pintu kedai paling lengang
ditemani hembusan angin selatan penutup tahun
kau menunggu seseorang memanggilmu
dengan nama kecilmu—nama kesayangan
dan menyuruhmu pulang: bukan ke atas ranjang.

2013


)* Dari kumpulan puisi "Puisi di Pelataran Tamansari" (Festival Kesenian Yogyakarta'26). Dibacakan pada acara yang sama, Sabtu 6 September 2014 di Pelataran Tamansari. 


Gambar: Oil Painting Of Seascape Sailboat Fishing Boat By Port With Houses Canvas Art Umbrella Modern Bedroom Decor.

1 komentar:

Moti Peacemaker mengatakan...

tulisan anda tentang kalompang menggemparkan penulis madura yang juga sedang mempersiapkan buku yang sama :p