Sabtu, 06 Juni 2015

Puisi-puisi di Media Indonesia, Minggu 31 Mei 2015.


Puisi-puisi Badrul Munir Chair

Monumen

Di kota ini, cinta diabadikan di tembok
rumah tua tak berpenghuni, seperti janji
yang kelak dilupakan atau mungkin ditepati
pada dinding dekat jendela yang hilang teralisnya
pernah kutulis namamu. Tapi seseorang,
atau mungkin waktu telah menghapusnya
menggantinya dengan nama lain yang tak kukenali
nama yang tak pernah kurapalkan sebagaimana namamu

Kudatangi lagi tembok rumah tua itu
monumen yang mungkin telah kau lupakan
ingin kutulis lagi namamu, nama yang kelak
berulangkali kurapalkan
tapi aku merasa sudah terlalu tua
untuk sebuah sentimentalia

Di kota yang telah kau tinggalkan, kenangan diabadikan
pada tembok rumah tua yang hampir rubuh
atau mungkin tak lama lagi akan diruntuhkan.

2015


Pertemuan Kecil

Demi layar yang koyak, mata tombak berkarat
ikan-ikan menggelepar di atas geladak
dan lambung perahu tergores batu karang
akan selalu kuingat pertemuan kecil ini
di pintu sungai, di batas dua kampung pesisir
ketika perahumu masuk membelah permukaan air

Apa kabar, teman masa kecil?
sudah berapa lama kita tak saling melempar
biji-biji gundu, berburu layang-layang
dan ikan-ikan kecil yang terjebak di batu karang
alangkah renta perpisahan ini, perpisahan laki-laki
yang memikul nasib masing-masing
meraba takdir dan saling membelakangi

Pagi ini aku menyapamu
dari tepi muara yang dulu jadi pijakan
langkah pertama perantauanku
kau dengan keringat pelayaranmu, belajar mengenaliku
wajah yang mungkin telah menjadi asing

Demi layar yang koyak, mata tombak berkarat
dan sorot matamu yang semakin renta
akan selalu kuingat pertemuan kecil ini
ketika kau menyebutku dengan nama panggilan
yang telah lama kulupakan.

2015
 

Solilokui Cermin

Aku hanyalah cermin retak di dinding kamarmu
menatapmu mematut diri setiap bangkit dari mimpi
wajah pagimu adalah lekukan-lekukan khayali
dari kemurnian dunia azali

Aku selalu merasakan sentuhan—melalui bayangan
kau dan aku bersekutu meski tiada padu
kita berpisah namun tiada antara

Kau seakan memintaku membaca garis wajah
dan menjadi peramal dari setiap peruntunganmu
menjadi pendengar pertama dari semua rahasia
yang kau ceritakan dengan mata berkaca-kaca

Kelak jika kau tak lagi mempercayaiku
aku akan membelah tubuhku
jadi retak beribu pilu.

2014


Guru Safir

Kita akan mengunjungi banyak peristiwa
mencatat nama tempat—kemudian melupakannya
sebab setiap perjalanan akan terekam
dalam kitab kejadian.

Kupersiapkan diriku menghadapi petualangan gaib
ke goa-goa tempat berlindungnya para rahib
mengunjungi kota-kota bersejarah, yang pernah
merekam peristiwa berdarah.

Aku akan mengikutimu tanpa banyak bertanya
sebab dulu, katamu, kau pernah mengusir
pengikutmu yang terlalu banyak bertanya:
“Mengapa harus menenggelamkan sampan nelayan,
membunuh lelaki kecil tak berdosa, dan membangun
sisa reruntuhan rumah tua di kota mati?”

Maka aku memilih diam sebab tak ingin terusir
meski kejadian-kejadian ganjil tak mampu lagi kutafsir:
mengapa kau menyetubuhi setiap perempuan
yang memujamu sebagai penyair, menggoda gadis remaja
kemudian memperkosa, menyebut nama Tuhan
setiap usai persetubuhan?

Aku tak akan bertanya, sebab aku telah berikrar
akan setia memendam rahasia tanpa saling ingkar.

2014

Dipublikasikan di Media Indonesia, Minggu, 31 Mei 2015.

Tidak ada komentar: