Puisi-puisi
Badrul Munir Chair
Monumen
Di
kota ini, cinta diabadikan di tembok
rumah
tua tak berpenghuni, seperti janji
yang
kelak dilupakan atau mungkin ditepati
pada
dinding dekat jendela yang hilang teralisnya
pernah
kutulis namamu. Tapi seseorang,
atau
mungkin waktu telah menghapusnya
menggantinya
dengan nama lain yang tak kukenali
nama
yang tak pernah kurapalkan sebagaimana namamu
Kudatangi
lagi tembok rumah tua itu
monumen
yang mungkin telah kau lupakan
ingin
kutulis lagi namamu, nama yang kelak
berulangkali kurapalkan
tapi
aku merasa sudah terlalu tua
untuk
sebuah sentimentalia
Di
kota yang telah kau tinggalkan, kenangan diabadikan
pada
tembok rumah tua yang hampir rubuh
atau
mungkin tak lama lagi akan diruntuhkan.
2015
Pertemuan
Kecil
Demi
layar yang koyak, mata tombak berkarat
ikan-ikan
menggelepar di atas geladak
dan
lambung perahu tergores batu karang
akan
selalu kuingat pertemuan kecil ini
di
pintu sungai, di batas dua kampung pesisir
ketika
perahumu masuk membelah permukaan air
Apa
kabar, teman masa kecil?
sudah
berapa lama kita tak saling melempar
biji-biji
gundu, berburu layang-layang
dan
ikan-ikan kecil yang terjebak di batu karang
alangkah
renta perpisahan ini, perpisahan laki-laki
yang
memikul nasib masing-masing
meraba
takdir dan saling membelakangi
Pagi
ini aku menyapamu
dari
tepi muara yang dulu jadi pijakan
langkah pertama perantauanku
kau
dengan keringat pelayaranmu, belajar mengenaliku
wajah
yang mungkin telah menjadi asing
Demi
layar yang koyak, mata tombak berkarat
dan
sorot matamu yang semakin renta
akan
selalu kuingat pertemuan kecil ini
ketika
kau menyebutku dengan nama panggilan
yang
telah lama kulupakan.
2015
Solilokui
Cermin
Aku
hanyalah cermin retak di dinding kamarmu
menatapmu
mematut diri setiap bangkit dari mimpi
wajah
pagimu adalah lekukan-lekukan khayali
dari
kemurnian dunia azali
Aku
selalu merasakan sentuhan—melalui bayangan
kau
dan aku bersekutu meski tiada padu
kita
berpisah namun tiada antara
Kau
seakan memintaku membaca garis wajah
dan
menjadi peramal dari setiap peruntunganmu
menjadi
pendengar pertama dari semua rahasia
yang
kau ceritakan dengan mata berkaca-kaca
Kelak
jika kau tak lagi mempercayaiku
aku
akan membelah tubuhku
jadi
retak beribu pilu.
2014
Guru
Safir
Kita
akan mengunjungi banyak peristiwa
mencatat
nama tempat—kemudian melupakannya
sebab
setiap perjalanan akan terekam
dalam
kitab kejadian.
Kupersiapkan
diriku menghadapi petualangan gaib
ke
goa-goa tempat berlindungnya para rahib
mengunjungi
kota-kota bersejarah, yang pernah
merekam
peristiwa berdarah.
Aku
akan mengikutimu tanpa banyak bertanya
sebab
dulu, katamu, kau pernah mengusir
pengikutmu
yang terlalu banyak bertanya:
“Mengapa
harus menenggelamkan sampan nelayan,
membunuh
lelaki kecil tak berdosa, dan membangun
sisa
reruntuhan rumah tua di kota mati?”
Maka
aku memilih diam sebab tak ingin terusir
meski
kejadian-kejadian ganjil tak mampu lagi kutafsir:
mengapa
kau menyetubuhi setiap perempuan
yang
memujamu sebagai penyair, menggoda gadis remaja
kemudian
memperkosa, menyebut nama Tuhan
setiap
usai persetubuhan?
Aku
tak akan bertanya, sebab aku telah berikrar
akan
setia memendam rahasia tanpa saling ingkar.
2014
Dipublikasikan di Media Indonesia, Minggu, 31 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar