Selasa, 03 April 2012

Puisi-puisi di Radar Surabaya, 12 Februari 2102




Puisi-puisi Badrul Munir Chair
Perempuan Tua Pasar Nyapar

Lalu ia pergi
mengayuh usia yang karat seperti jeruji sepeda
menyunggi napas yang patah-patah

di Nyapar, orang-orang tua berkumpul
menyambut jumat yang sama dengan puluhan tahun silam:
buah pada bejana, karung-karung goni, sayur di atas talam
berebut tempat di sisa petak tanah pasar
sementara subuh masih menyisakan jejak yang samar

Pasar ini masih Nyapar seperti yang dulu ia kenal
anyaman rotan, hiasan bambu, dan suara saronen di jumat besar
kemudian seorang lelaki datang dari kelokan
membawa senyuman—lelaki itu hingga kini
masih begitu lekat dalam ingatan

Lalu lelaki itu pergi
meninggalkan kesunyian yang tak ia pahami
setelah puluhan tahun saling menopang; mengayuh
roda nasib bergantian, memetik buah-buah kasih
dari kebun penghidupan

Meski sendiri, pasar ini masih Nyapar seperti
yang dulu ia kenali: menjajakan buah dan sayur, sendiri
menunggu pembeli, lalu mengingat kembali
lelaki yang dulu datang dari kelok pagi.

2012

Musyafir dari Timur

Di kelokan mana langkahnya akan terhenti?
dari jalan ke jalan, trotoar, lampu merah
ia terus melangkah, belajar meninggalkan
jejak pada aspal dan jalan setapak

Tak ada tujuan hakiki, selain arah kiblat
maka ia berjalan terus ke barat—arah di mana
dahulu masayikh pernah datang membawa teko,
piring, dan guci dari kaca
para pelayar mengibarkan bendera, penjajah
mencari nama dan kekuasaan

Sebab setiap jalan, selalu mengabadikan jejak
wali, dan rumah-rumah ibadah selalu mengabarkan
kapan ia harus berhenti, juga ke arah mana ia
harus melangkah

Setiap tugu mengajarinya mencatat sejarah
monumen-monumen dengan tanda tahun,
bangunan tua—mengingatkannya pada
film perang yang diputar di layar tancap
sebuah kampung

Setiap peristiwa selalu dicatatnya dalam ingatan
dan ia terus mencari jalan
di mana jejaknya akan ditinggalkan
berjalan terus ke arah kiblat
menuju tempat dimana namanya akan tercatat

2011

Dipublikasikan di Radar Surabaya, 12 Februari 2102, bersama 2 puisi lainnya.

Lukisan: Balinese Painting Traditional Market, dilukis oleh Seniman Lokal di Ubud–Bali (Anonymous).

Tidak ada komentar: